Sabtu, 15 Mei 2010

Perjuangan Melawan Sekutu

Pada tanggal 8 September 1945, 7 orang tentara Sekutu Inggris pimpinan Mayor A.G. Green Halgh sebagai Allied Mission, mendarat di Kemayoran dengan tugas untuk mempelajari situasi dan menyiapkan pendaratan rombongan berikutnya. Rombongan pertama sekutu melalui kapal Cumberland mendarat tanggal 15 september 1945 sebanyak 50 orang dibawah pimpinan WR. Petterson disusul tanggal 29 september 1945 mendarat tentara Sekutu dibawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Cristison Panglima Besar Allied Force Netherlands East Indie (AFNEI) disusul pasukan 23 th Indian Division dibawah pimpinan Mayor Jenderal D.C. Hawthorn untuk pulau Jawa, 5 th Indian Division dibawah pimpinan Mayor Jenderal E.C. Mansergh untuk pulau Jawa dan 26 th Indian Division dibawah pimpinan Mayor Jenderal H.M. Chambers, untuk Sumatera, sedangkan pasukan Australia memasuki Kalimantan dan Indonesia Timur.

Tugas AFNEI antara lain melindungi dan mengungsikan tawanan perang dan tawanan biasa, melucuti dan mengembalikan tentara Jepang ke negerinya serta menjaga keamanan dan ketenteraman. Kedatangan pasukan Sekutu juga disusupi oleh tentara Belanda.


Perjalanan pemerintahan NKRI yang hanya didukung oleh BKR yang bukan tentara, dirasakan aneh oleh Mayor KNIL Urip Sumoharjo, dimana NKRI saat itu harus berhadapan dengan tentara Sekutu yang didalamnya terdapat tentara Belanda dengan organisasi militer dan persenjataan modern, oleh sebab itu Mayor Urip Sumoharjo memberikan kritik “Aneh Pemerintah Zonder Tentara”. Atas dasar kritik tersebut akhirnya pemerintah melalui Presiden mengeluarkan Dekrit dan Maklumat No. 6 tanggal 5 Oktober 1945 tentang didirikannya Tentara Keamanan Rakyat di Yogyakarta dengan Panglima TKR Supriyadi (tokoh pemberontak Peta Blitar) dan Kepala Staf Umum Letjen Urip Sumoharjo. Di pulau Jawa dibentuk 10 Divisi TKR yaitu :

- Divisi I Banten – Bogor dengan Panglima Kolonel Sam’un.

- Divisi II Jakarta – Cirebon dengan Panglima Kolonel Asikin.

- Divisi III Priangan dengan Panglima Kolonel Aruji Kartawinata.

- Divisi IV Pekalongan – Semarang – Pati dengan Panglima Jenderal Mayor GPH. Djatikusumo.

- Divisi V Banyumas - Kedu dengan Panglima Kolonel Sudirman.

- Divisi VI Madiun – Kediri dengan Panglima Jenderal Mayor Sudiro.

- Divisi VII Bojonegoro – Surabaya dengan Panglima Jenderal Mayor Jonosewoyo.

- Divisi VIII Malang – Besuki dengan Panglima Jenderal Mayor Imam Sujai.

- Divisi IX Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Panglima Kolonel Sudarsono.

Divisi X Surakarta dengan Panglima Kolonel Sutarto.

TKR dibentuk/berasal dari bekas tentara Peta, bekas tentara KNIL, Heiho dan Seibudan; diluar masih banyak laskar yang berjuang.

TKR terdiri dari unsur darat, laut dan udara dan dibentuk Markas Besar Tertinggi (MBT) yang disusun menurut model Departemen Van Oorlog (Departemen Peperangan Hindia Belanda seperti susunan KNIL dulu).

Pada tanggal 15 Oktober 1945 “Kido Butai” Jepang mengamuk di Semarang, sehingga terjadi pertempuran sengit antara Jepang melawan TKR, laskar dan rakyat pejuang. Pejuang Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih sehingga terjadi pertempuran sengit selama 5 hari 5 malam. Pada tanggal 20 Oktober 1945 Inggris mendatangkan tentaranya dari Brigade pimpinan Brigjen Bethel, sehingga Sukutu ikut campur dalam pertempuran tersebut yang mengakibatkan pejuang Indonesia harus keluar dari kota Semarang, peristiwa ini terkenal dengan Palagan Semarang.

Pada tanggal 18 Oktober 1945 tentara Sekutu Inggris dari Brigade Brigjen Mac Donald ditempatkan di Bogor dan Bandung. Penempatan tentara Sekutu ini juga menghadapi perlawanan dari pejuang Indonesia baik yang tugasnya dalam TKR maupun laskar. Pada tanggal 25 Oktober 1945 tentara Sekutu Inggris dibawah pimpinan Brigjen AWS. Mallaby mendarat di Surabaya. Pendaratan tersebut mendapatkan perlawanan dari TKR Surabaya dibawah pimpinan Kolonel Drg. Mustopo, karena Pejuang Surabaya mencurigai kedatangan Pasukan Sekutu, Inggris akan membantu mengembalikan kolonialisme Belanda di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh datangnya pasukan Sekutu berkewarganegaraan Belanda atas nama Kol. PG. Huijer tanggal 23 September yang membawa misi rahasia dari pimpinan tertinggi Angkatan Laut kerajaan Belanda, yang bertindak dan bersikap terang-terangan menentang Revolusi Indonesia, akhirnya ditangkap dan ditawan di Kali Sosok oleh pejuang Indonesia. Pasukan Sekutu terdesak sehingga dilokalisir pada suatu tempat. Perlawanan Surabaya, mengusir tentara Sekutu Inggris terus dilakukan sehingga mengakibatkan gugurnya Brigjen Mallaby.

Dengan meninggalnya Brigjen Mallaby maka Mayor Jenderal EC Mansergh Panglima Tentara Sekutu di Jawa Timur memberikan ultimatum yang menyebutkan bahwa para pemimpin Indonesia termasuk pemimpin gerakan pemuda, para Polisi dan petugas radio Surabaya harus melaporkan diri menjelang pukul 18.00 tanggal 9 November 1945 mereka harus bergerak, berbaris satu persatu dan menyerahkan senjata yang mereka miliki pada jarak 100 yard dari tempat pertemuan. Kemudian semua orang Indonesia harus berjalan mendekat dengan kedua belah tangan diletakkan diatas kepala untuk kemudian ditawan setelah menandatangani dokumen penyerahan tanpa syarat. Mendengar ultimatum tersebut, rakyat Surabaya marah, sehingga terjadi pertempuran sengit antara pejuang Indonesia melawan sekutu. Pejuang dipimpin oleh Kolonel drg. Mustopo dari TKR dan Bung Tomo dari RRI yang selalu menggelorakan semangat pertempuran. Sewaktu Kolonel drg. Mustopo mempimpin pertempuran pernah diculik oleh Mayor Sabarudin selama beberapa hari, tetapi dilepaskan kembali karena Mayor Sabarudin pernah hutang budi dengan Kolonel Mustopo. Pertempuran Surabaya terjadi sangat sengit sehingga untuk menyelamatkan Brigade Mallaby. Komandan Divisi India ke 23 Mayjen DC Hawthorn meminta campur tangan pemerintah RI Presiden Sukarno. Dengan pesawat khusus Presiden RI Sukarno datang ke Surabaya dan menyerukan agar pertempuran dihentikan. Pejuang Indonesia agar menghormati tentara sekutu yang bertugas mengembalikan tentara Jepang. Karena loyal terhadap seruan Presiden RI Sukarno, akhirnya pejuang Indonesia menghentikan tembak menembak. Kesempatan tersebut digunakan oleh sekutu untuk mendatangkan bala bantuan dari Divisi ke 5 India dipimpin Mayjen EC Mansergh, skuadron Angkatan Udara dan satu eskader Angkatan Laut, sehingga tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya terjadi pertempuran sengit antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu yang akhirnya terkenal dengan Palagan Surabaya dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Pada tanggal 28 Oktober 1945 pasukan Belanda yang dibantu tentara sekutu Australia tiba di Makasar/Ujung Pandang Sulawesi Selatan. Walaupun mendapatkan perlawanan sengit dari pejuang Indonesia, namun pejuang Indonesia harus mengakui keunggulan mereka, sehingga pejuang Indonesia terdesak keluar kota Makasar terkenal dengan Palagan Makasar. Pada tanggal 29 Oktober 1945 tentara sekutu Inggris dari Divisi 26 India tiba di Sumatra dibawah pimpinan Mayjen HM Chambers, mereka tiba di Medan, Padang dan Palembang. Kehadiran tentara sekutu telah di hadapi oleh para pejuang Indonesia, namun pejuang Indonesia tidak dapat membendung pertempuran yang terjadi, akibatnya Medan, Palembang dan Padang jatuh ke tangan sekutu. Kemenangan tentara sekutu yang didalamnya diboncengi oleh tentara Belanda dan NICA dijadikan jalan upaya Belanda untuk mengembalikan situasi Hindia Belanda seperti sebelum dijajah oleh Jepang.

Tentara sekutu yang ditempatkan di Bogor dan Bandung tidak sepenuhnya dapat menguasai wilayah karena disana-sini terjadi pertempuran. Sekutu hanya mampu menguasai kota-kota besar Surabaya, Semarang, Jakarta, Bogor dan Bandung namun diluar kota besar wilayahnya masih dikuasai oleh pejuang Indonesia. Pada tanggal 14 Nopember 1945 dalam sistem pemerintahan diadakan perubahan dari Kabinet Presidensiil menjadi Kabinet Parlementer. Ir Sukarno tetap sebagai Presiden dan Drs. M. Hatta sebagai Wakil Presiden tetapi pemerintahan di kepalai oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Setelah Sutan Syahrir menjabat Perdana Menteri pada tanggal 15 Nopember, beliau mengambil alih pemufakatan antara sekutu dengan Indonesia. Kesepakatan yang diperoleh yaitu sejak tanggal 19 Nopember 1945 Tentara dan Laskar akan keluar dari kota. Perundingan dilanjutkan tanggal 29 Nopember 1945, Indonesia diwakili oleh H. Agus Salim didampingi oleh Utaryo dan Mayor Wibowo, sekutu diwakili oleh Brigjen Lauder didampingi oleh beberapa orang staf. Dalam perundingan tersebut dicapai suatu kesepakatan bahwa sekutu Inggris hanya berkuasa di kota Surabaya, Jakarta,Bogor, Semarang dan Bandung sekitarnya, sekutu tidak mau memperluas wilayahnya, sehingga tugas pengembalian Jepang diluar wilayah tersebut dibantu oleh TKR . Pada saat itu terdapat 35.000 serdadu Jepang yang berada diwilayah pedalaman yang dibebankan ke TKR dalam hal ini Panitia Oeroesan Pengangkutan Jepang daerah dan APWI Allied Prisoners of war and Internees (POPDA). Orang Jepang di Jawa Barat diantar ke Cirebon, di Jawa Tengah diantar ke Tegal dan Jawa Timur ke Probolinggo. Senjata Jepang diserahkan kepada TKR (Indonesia). Tugas ini diserahkan kepada Mayjen Sudibyo yang kemudian diserahkan ke Kolonel Abdul Kadir. Pengangkutan Jepang selesai pada bulan Juli 1946 dan pengangkutan APWI rampung pada bulan Nopember 1946. Setelah selesai tugasnya sekutu meninggalkan Indonesia.

Setelah Tentara Sekutu menguasai kota Semarang pada bulan Oktober 1945, Tentara Belanda yang menyusup pada pasukan Sekutu bergerak ke Selatan menduduki Salatiga, Ambarawa dan Magelang, di Magelang dihadapi oleh pasukan TKR bersama rakyat sehingga terjadi pertempuran sengit. Pasukan TKR dari Divisi IV dan V bersama rakyat tidak tinggal diam terutama setelah Magelang diduduki terjadi pertempuran sengit di Magelang, sehingga Sekutu terdesak mundur sampai di Ambarawa, pemunduran tentara Sekutu mengakibatkan jatuhnya korban Letkol Isdiman selaku orang kepercayaan Pangsar Sudirman, sehingga menggugah tekad Pangsar Sudirman untuk memimpin langsung pertempuran melawan Sekutu. Dengan taktik dan strategi “Supit Urang” yaitu pasukan Sekutu dijepit oleh pasukan dari samping kanan, kiri, depan dan belakang seperti supit urang sehingga konsentrasi Belanda terjepit di daerah Ambarawa, sehingga terjadi pertempuran sengit antara Pasukan Sekutu melawan Pasukan TKR dan rakyat akibatnya pasukan Sekutu dapat di pukul mundur ke Semarang. Pertempuran sengit di kota Ambarawa pada tanggal 19 Desember 1945 terkenal dengan Palagan Ambarawa yang diperingati sebagai Hari Juang Kartika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar